PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero)

Our News

Selamat Hari Kartini

Share on facebook
Share on twitter
Share on google
Share on pinterest

Kantor Pusat

Jl. Moch Toha No. 77 Bandung 40253
Telepon : (+62-22) 5201501
Fax : (+62-22) 5202444
Email : info@inti.co.id

Dahulu, wanita Indonesia hanya diberi label masyarakat kelas dua, dengan sebuah cap patron sosial kuno “dapur sumur kasur”.

Stigma ini terjadi selama berabad lamanya, dengan banyak bumbu pernyataan negatif, sehingga kemudian menjadi dalih bahwa perempuan tak membutuhkan pendidikan tinggi.

Jangankan wanita pribumi biasa, kala itu wanita priyayi pun tak berhak mengenyam pendidikan tinggi supaya tidak lebih pandai ketimbang para kaum lelaki. Namun, situasi mulai berbalik arah, saat para pendatang dari Belanda mulai menyadari bahwa kondisi sosial ekonomi Hindia Belanda (sebutan Indonesia kala itu) sangat menyedihkan.

Lalu, berkat sebuah artikel “Gerakan Politik Etis di Negara Koloni” yang ditulis jurnalis Pieter Brooshoof di surat kabar berbahasa Belanda bernama De Locomotief, desakan pada Pemerintah Kolonial agar memberikan pendidikan layak sebagai balas budi pada negara jajahan, makin intens. Bahkan, pada penghujung abad ke-19, ahli hukum bernama Conrad Theodore van Deventer, melalui tulisannya bertajuk “Utang Budi”, ikut menuntut hal tersebut.

Tuntutan itu memang kemudian direalisasikan, tapi masih sebatas pendidikan bagi para elite pribumi, termasuk di antaranya yaitu seorang wanita ningrat Jawa bernama Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Putri Bupati Rembang yang akrab dengan para bangsawan Belanda ini kemudian menyuarakan pemikiran kritisnya, soal ketimpangan kondisi sosial wanita pribumi, termasuk sulitnya untuk berpendidikan tinggi.

Berabad kemudian, para wanita dari berbagai kalangan akhirnya bisa mendapatkan kesetaraan berpendidikan dan pergaulan lintas rasial. Tak ada lagi masyarakat kelas dua. Dan, para kaum hawa kini bisa menunjukkan kecerdasannya, karyanya, pengabdiannya, tanpa harus dibelenggu kasta.

Tepat 141 tahun sejak kelahiran Kartini, para wanita dari berbagai kalangan mendapatkan ujian terberatnya. Bukan dari penjajah kolonial yang dulu menjajah nusantara, tapi musuh tak kasat mata bernama Corona.

Di tengah wabah yang belum pernah terjadi sebelumnya, para Kartini masa kini menjadi garda terdepan di bidangnya. Mulai dari tenaga medis, cleaning service, penjaga toko, karyawan, satpam, jurnalis, pedagang pasar, teknisi, polisi, dan profesi apapun yang kini bisa dilakukan oleh wanita, menghadapi musuh yang tidak memihak pada salah satunya.

Pengorbanan para wanita hebat yang merelakan diri menjadi garda terdepan penanganan virus Corona ini merupakan salah satu bukti sebuah perjuangan nyata Kartini masa kini yang menginspirasi. Bukan dengan peluru, tombak, atau belati, tapi dengan pengabdian dan ketulusan hati. Selamat Hari Kartini untuk semua wanita di manapun kamu berada, terima kasih sudah menjadi garda terdepan di bidangmu.

 

***

English EN Indonesian ID